Mobil Hybrid dan Mobil Listrik, Mana Paling Diminati?
Jakarta, PaFI Indonesia — MarkPlus Inc, sebuah firma riset pemasaran berbasis di Jakarta mengeluarkan hasil penelitian terkait penggunaan mobil hibrida dan murni listrik (battery electric vehicle/BEV) di Indonesia. Penelitian merujuk pada kemudahan mengendarai kedua jenis mobil tersebut.
Hasil riset mengungkap bahwa masih banyak masyarakat di Indonesia memilih model mobil separuh listrik alias hybrid sebagai jalan tengah sebelum menuju kendaraan murni listrik alias BEV.
“Hybrid itu masih menjadi yang lebih disukai. Orang kalau yang takut-takut ngambilnya di tengah. Kalau takut masuk ke BEV, ngambilnya hybrid,” kata Iwan Setiawan, CEO MarkPlus di Jakarta, Rabu (6/11).
Iwan menjelaskan riset tersebut melibatkan 180 responden di berbagai wilayah di Indonesia selama dua bulan dan rampung pada Agustus 2024.
Menurut Iwan, dari hasil riset menjelaskan masih banyak masyarakat memilih mobil hybrid ketimbang BEV lantaran banyak orang yang tidak mau mengambil risiko “mogok” atau kebingungan mencari SPKLU selama di perjalanan, meskipun tak dipungkiri ada perubahan besar teknologi pada BEV.
“Jadi banyak yang ngambil milih ke model transisi seperti hybrid. Orang mau loncatan besar dari sisi model kendaraan tapi tidak mau ambil risiko,” tuturnya.
Berdasarkan data Gaikindo, pasar mobil elektrifikasi sejak 2019- 2023 masih didominasi mobil hybrid.
Grafik penjualan mobil hybrid mulai terlihat signifikan pada 2022 sebanyak 9.657 unit, sedangkan BEV hanya 6.747 unit.
Kemudian pada 2023 pasar elektrifikasi melesat menjadi 52.563 unit, sedangkan BEV hanya 17.062 unit saja.
Toyota masih mendominasi porsi penjualan mobil hybrid di Indonesia yakni 67 persen,
disusul posisi kedua ada Suzuki dengan komposisi 26 persen.
Fakta bahwa BYD diproyeksikan melampaui Tesla dalam penjualan BEV pada 2024 menunjukkan bahwa persaingan di pasar kendaraan listrik semakin ketat. Produsen mobil tradisional juga berusaha meningkatkan produksi BEV mereka untuk bersaing dengan pemimpin pasar.
“Tarif baru UE untuk kendaraan listrik China bertujuan untuk menciptakan persaingan yang adil bagi produsen kendaraan listrik Eropa, yang kesulitan bersaing dengan impor China yang harganya lebih murah. Tarif ini mungkin akan mendorong produsen mobil China menuju pasar negara berkembang seperti Timur Tengah dan Afrika, Amerika Latin, Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru,” ujar Direktur Counterpoint Liz Lee.