Poltracking Tetap Bisa Rilis Survei Pilkada Meski Keluar Persepi

Jakarta, PaFI Indonesia — Lembaga survei Poltracking Indonesia tetap bisa merilis survei Pilgub DKI Jakarta 2024 dan pilkada lainnya meski sudah keluar dari Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi).
Dewan Pakar Persepi Hamdi Muluk mengatakan Poltracking sudah bukan lagi anggota Persepi sejak mengumumkan keluar pada Selasa (5/11) ini. Maka, Poltracking tak lagi terikat aturan ataupun sanksi dari Persepi.

“Kalau mereka sudah keluar, mereka tidak terikat lagi dengan aturan organisasi Persepi,” ucap Hamdi lewat pesan singkat kepada PaFIIndonesia.com, Selasa.

Dia menjelaskan siapa pun boleh melakukan riset tentang apa pun di Indonesia. Tak ada larangan melakukan riset, termasuk survei opini publik.

“Kan kita tidak punya UU yang melarang orang riset, riset opini publik atau yang dikenal survei. Tinggal publik nanti menilai sendiri kredibilitasnya,” ucap Hamdi menjelaskan.

Sebelumnya, Persepi melarang Poltracking Indonesia mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik.

Keputusan itu dibuat setelah pemeriksaan dua hasil survei berbeda tentang Pilgub DKI Jakarta 2024. Survei Poltracking mencatat keunggulan RK-Suswono, sedangkan Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat keunggulan Pramono-Rano.

Dalam pemeriksaan, tidak ada kepastian data mana yang harus dijadikan dasar penilaian dari dua dataset berbeda yang telah dikirimkan Poltracking Indonesia. Poltracking pun mendapat sanksi dari Persepi.

Merespons keputusan itu, Poltracking Indonesia mengumumkan keluar dari Persepi. Mereka mengungkit dinamika internal Persepi.

“Poltracking pada 2014 diajak bergabung ke Persepi karena pertaruhan integritas, pada 2024 Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas,” ungkap Masduri, Direktur Poltracking Indonesia, melalui keterangan tertulis, Selasa (5/11).

Persepi menilai, adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP survei atau belum.

Dalam pemeriksaan, Poltracking Indonesia juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik. Tidak adanya penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data.

Terhadap hal-hal di atas pada angka 2, 3 dan 4, Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia

untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi,”imbuhnya.